PETUALANGAN saya dengan sebuah buku saya mulai kembali 4 hari yang lalu. Tak terasa 2 hari sesudahnya petualangan tersebut sudah berakhir. Buku yang saya baca kali ini yaitu berjudul Manusia Langit, buah karya dari J. A. Sonjaya. Dari judulnya saja mungkin sudah dapat ditebak, bahwa buku tersebut adalah sebuah novel. Ohya, jarang-jarang pula loh saya membaca sebuah novel hehe. Novel ini termasuk ke dalam kategori Novel Etnografis.
Apa itu Etnografis?
Menurut pencarian di lembah Google, kata Etnografi berasal dari bahasa Yunani. Ethnos dan Graphia. Ethnos yang berarti rakyat, dan Graphia yang berarti tulisan. Tepat sekali! Berarti Etnografi adalah tulisan tentang rakyat.
“Dari mereka, aku banyak belajar tentang esensi persamaan dan perbedaan, tentang diriku yang kutemukan dalam diri mereka, tentang diri mereka yang kutemukan dalam diriku, utamanya tentang harga diri yang di satu tempat dijunjung tinggi, tapi di tempat lain ternyata tak ada arti…”
Novel ini menceritakan mengenai kehidupan seorang pemuda bernama Mahendra. Mahendra adalah salah satu dosen di salah satu universitas yang berada di kota Yogyakarta. Di kota tersebutlah tersimpan sebuah cerita mengenai kehidupan kampusnya dengan salah seorang mahasiswinya, Yasmin. Namun, lama kelamaan ia harus menjauhi kota tersebut, kemudian “kabur” ke Banuaha, yaitu sebuah kampung yang berada di pedalaman Pulau Nias.
Kampung tersebut diyakini oleh penduduk aslinya sebagai tempat turunnya manusia dari langit. Di sana ia belajar soal persamaan dan perbedaan antara dua dunia: dunia kampus di Yogyakarta dan dunia orang Nias di Banuaha. Persamaan dan perbedaan yang menyangkut prinsip hidup-mati, harga diri, pesta, juga soal perempuan.
Tanpa disadari, lewat novel ini saya mempelajari sedikit banyak mengenai kehidupan di Nias. Misalnya, seperti penyembelihan babi yang sering sekali dilakukan untuk suatu kepentingan, yang biasanya menyangkut masalah harga diri. Semakin banyak babi yang dipotong maka semakin tinggi harga diri orang tersebut. Bahkan untuk meminang perempuan disana kita harus menyembelih puluhan ekor babi untuk sebuah pesta pernikahan. Apalagi kalau perempuan tersebut termasuk keluarga terpandang, maka semakin bertambah banyak pula syarat-syarat yang harus dipatuhi.
Terkadang, saya suka membandingkan kehidupan di Nias dengan kehidupan di Jawa. Misalnya, lelaki Nias tak boleh sembarangan berdekatan dengan salah seorang perempuan. Tak boleh memandangi perempuan terlalu lama, apalagi menciumnya, bisa-bisa masa disana yang bertindak. Syaratnya hanya satu, yaitu harus menikah terlebih dahulu. Dan menariknya orang Nias pun sangat patuh terhadap aturan tersebut. Di kehidupan di sekitar kita malah (katanya) terjadi hal yang sebaliknya, tidak hanya sekedar menatap, hal yang lain-lainnya pun bisa saja terjadi.
Mengenai manusia langit, saya baru sadar ternyata manusia langit adalah kita-kita yang sudah sangat nyaman sekali tinggal di “langit”, tinggal di kehidupan yang serba ada. Coba bandingkan dengan manusia bumi, mereka masih harus terus berusaha dan berusaha lagi untuk melangsungkan hidupnya
“Ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kampus melejit ke langit bagai roket, tetapi masyarakat di Banuaha tidak pernah merasakan manfaatnya. Orang kampus bisa dengan mudah masuk ke desa-desa dan mengakses informasi dari masyarakat melakui penelitian-penelitian. Namun, sebaliknya, orang desa sangat sulit mengakses informasi dari kampus. Bagi mereka, jarak ke kampus seperti antara bumi dan langit.”
Wahai manusia langit..
Tebarkanlah seluruh ilmu mu ke bumi, dimana sahabatmu manusia bumi berada. Jalinlah persahabatan dengan baik, bentuklah sebuah kisah menarik, dan ceritakanlah kepada seluruh sahabatmu yang ada di langit. Kemudian ajak mereka turun untuk bersama-sama membangun sebuah kehidupan bersama.
Maaf apabila ternyata terdapat informasi yang kurang tepat. Tulisan saya sepenuhnya bersumber pada novel manusia langit.
Latest posts by mahisaajy (see all)
- Instalasi SAC (Seismic Analysis Code) di MAC untuk Analisis Seismik - December 5, 2024
- Selamat Purna Tugas - November 19, 2024
- ESRI Professional Fellowship Program 2023 - January 14, 2024