Pada hari sabtu kemarin, saya kembali menjalankan tugas sebagai seorang asisten laboratorium sistem informasi (atau biasa disingkat LABSI). Lama tak bertugas, semangat saya pun terlihat sedikit membara dibandingkan beberapa hari sebelumnya, yang saya sibukkan dengan bersantai-santai saja di rumah.
Lama tak berinteraksi dengan banyak praktikan (sebutan untuk mahasiswa yang mengikuti praktikum), membuat saya juga harus beradaptasi kembali dengan suasana di ruangan lab. Saya berhadapan kembali dengan ketidakdisplinan mereka, kengeyelan mereka, kekritisan mereka, dan celotehan-celotehan mereka. Tapi, saya mencoba memandangnya dengan sudut pandang yang lain, dan menganggap itu semua sebagai bumbu penyedap ruangan lab. Tanpa perilaku-perilaku tersebut tentunya saya tidak akan belajar bagaimana menangani mereka semua.
Hari itu, saya mendapatkan tugas berjaga sebanyak 4 shift. Lama waktu 1 shift itu kurang lebih selama 2 jam. Jadi, total saya di ruangan pada hari itu yaitu selama 8 jam. Tak lengkap rasanya apabila saya hanya berdiam diri saja di belakang memeriksa map-map mereka dan memandang mereka dari kejauhan. Pada salah satu sesi, saya mendapatkan kesempatan menjadi tutor praktikum, yaitu seseorang yang bertugas menyampaikan materi mengenai praktikum yang berlangsung saat itu. Materinya pun saya sudah kenal dengan baik, yaitu Sistem Operasi.
Sistem Operasi yang digunakan yaitu Linux. Beruntung pula, saya melakukan pekerjaan sehari-hari dengan sistem operasi tersebut. Ringan, mudah digunakan, dan tidak dipusingkan oleh virus dan teman-temannya, itulah alasan saya menggunakan Linux. Bagi yang suka dengan hidup sederhana, Linux merupakan pilihan yang tepat. Pokoknya tak usah terbuai dengan harga-harga promo sistem operasi lain, cari aja yang gratis: Linux.
Saya membahas banyak mengenai sistem operasi ini. Saya juga melakukan pertukaran pikiran dengan mereka-mereka semua. Ternyata, beberapa di antaranya juga ada yang sudah menguasainya.
Pada salah satu halaman slide presentasi, saya menampilkan sebuah logo bergambar penguin. Kemudian, saya mencoba melemparkan pertanyaan kepada mereka semua, “Mengapa Linux itu identik dengan logo penguin?” Tak lama, ada salah satu mahasiswa yang berceloteh, “Saya tahu, pasti karena digigit penguin.” Hoho.. Saya kaget, saya pikir di antara mereka tidak ada satupun yang mengetahuinya, namun ternyata ada. Good..
Kemudian saya balik bertanya, “Digigit penguin? Yakin? Bukankah seharusnya Linus Torvalds (si pembuat Linux) merasa jengkel karena telah digigit oleh penguin tersebut? Lalu buat apa dia menjadikan penguin sebagai maskotnya tersebut?”
Si mahasiswa tersebut tampak berpikir. Mahasiswa lainnya pun juga tak mau kalah, mereka mencoba berpikir lebih dalam dan lebih lelap lagi. Tapi tak satupun yang bisa menjawabnya, atau mereka ternyata pura-pura tidak tahu saja seperti kura-kura yang ada dalam perahu.
Sebenarnya jawabannya sederhana. Gigitan penguin tersebut ternyata telah membuat Linus Torvalds menjadi demam selama berhari-hari. Nah, dengan demamnya tersebut, Linus berharap agar pengguna Linux juga merasakan demam ketika menggunakan sistem operasi buatannya tersebut.
“Ooohhhh..” Hanya itu kata yang terlintas dari mereka.
Unik sekali bukan kisah dibalik pemilihan logo penguin tersebut?
Setelah itu juga kami terlibat beberapa diskusi hal-hal yang berkaitan dengan sistem operasi tersebut. Dan ternyata, saya baru sadar bahwa kelas yang saya tutor ini adalah kelas unggulan di antara kelas-kelas lainnya. Ekspektasi saya pun menjadi bertambah, mungkin di pertemuan selanjutnya saya akan memberikan materi yang lebih liar lagi dari biasanya.
Tetap pertahankan semangat kalian.
Latest posts by mahisaajy (see all)
- Selamat Purna Tugas - November 19, 2024
- ESRI Professional Fellowship Program 2023 - January 14, 2024
- Pemanfaatan OSM dalam Mendukung Pemenuhan Data Spasial di Instansi Pemerintah Indonesia - January 13, 2024