Naik motor itu menyenangkan. Tapi, sesekali naik kereta itu sepertinya lebih menyenangkan. Berawal dari situlah, celotehan ini bisa dilontarkan..
Selama empat hari kemarin saya mengikuti sebuah training di ibu kota. Yang biasanya saya bepergian ke mana-mana menggunakan motor, kali ini saya harus menyesuaikan diri menggunakan kereta.
Naik kereta itu enak.. Di dalam kereta, banyak hal yang bisa saya lakukan, yang tentunya tak bisa saya lakukan saat mengendarai sepeda motor.
Sebenarnya banyak yang hal yang bisa saya lakukan. Apalagi setelah memiliki smartphone, tentunya tepat sekali untuk digunakan dalam keadaan seperti ini. Kemudian saya coba melihat sekeliling, ternyata banyak sekali yang sedang menggengam smartphonenya untuk berbagai keperluan. Saya berasumsi banyak dari mereka yang memanfaatkan paket internetnya untuk berselancar ria.. Sayang, saya tak se-beruntung mereka. Dalam hal mobilitasi, saya memang kurang. Alhasil, yang bisa saya lakukan adalah memanfaatkan waktu yang ada untuk membaca buku. Lebih tepatnya membaca E-Book..
Saya menggunakan waktu untuk membaca. Beruntung, di handphone saya sudah terinstall aplikasi pembaca buku dan juga beberapa e-book yang telah saya download sebelumnya. Walaupun pada hari-hari biasanya jarang saya baca, akhirnya saya dapatmembacanya dengan senang hati saat berada di dalam kereta. Sebenarnya saya juga terinspirasi dengan orang jepang, bisa-bisanya saja mereka pada situasi tersebut. Saya, sebagai orang Indonesia yang berpikiran maju, pun tak ragu untuk mengikuti gaya orang jepang tersebut.. Alhasil, pengetahuan pun bertambah. Walaupun sedikit, tapi tetap berharga..
Saya juga berkali-kali merasakan berdesak-desakan di dalam kereta. Pada saat-saat tertentu hal ini pasti terjadi. Entahlah, saya juga belum mengetahui lebih tepatnya jam-jam berapa kereta akan terasa sesak di dalamnya. Yang saya tahu adalah saya ingin menaiki kereta tersebut dan sampai ke tempat tujuan. Egois, memang.. Namun, apa mau dikata, karena tak ada yang semulus layaknya pipinya Nikita Willy. Perjalanan selama di kereta pun begitu..
Waktu itu bahkan saya harus dorong mendorong dengan penumpang lainnya. Ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang. Begitulah, saya terbawa irama laju kereta.
Terkadang, saya juga melihat ke arah sekeliling.. Banyak raut wajah yang tampak saat saya melihat mereka. Unik. Masing-masing memang memiliki keunikan. Ada yang tampak panik, kelihatannya ia sedang terburu-buru. Bersimbah peluh dan berkuah keringat. Ada perubahan raut wajah saat ia berhasil masuk ke dalam kereta. Berdesakkan dengan kami-kami ini para penumpang.. Tak masalah, mungkin begitu pikirnya.
Ada juga yang pasrah, benar-benar pasrah. Kedua bola matanya menghadap ke bawah, melihat bumi, apabila masih berputar maka hidup masih belum berakhir. Masih bisa terus menghadap ke bawah.
Juga ada yang sok jago. Petantang-petenteng. Biasa di jalanan, bukan di atas rel seperti ini. Kerjaannya melihat-lihat sekeliling. Apa yang tampak aneh, maka disitulah rasa ingin tahunya muncul. Iya, itulah saya.
Banyak cerita di sini.. Banyak sekali.. Mungkin kenangan sempat terselip sedikit. Saya juga sempat berhadapan dengan salah seorang penumpang wanita. Head to head.. Tak sengaja bertatapan, lalu berulang..
Kita bertatapan
Saling pandang-memandang
Tapi, seringkali kita menunduk karena malu
Biarkan saja
Biarkan saja kereta ini tetap melaju pada lintasannya
Dengan sangat cepat
Meninggalkan tempat singgah yang telah lalu
Jauh sudah di belakang
Perlahan, perlahan, dan perlahan
Dari mata, turun ke hati
Dari gerbong kereta, ke …
Ke mana saja, asalkan bersama
Walau kita terdiam
Mematung dengan tangan menggantung
Tapi, kereta ini tetap berjalan
Mendekatkan kita pada masa depan
Yang jauh di ujung sana
Dan yang pasti kita sedang menuju ke sana
P.S: Puisi ini merupakan khayalan, fiktif nan imajinatif
Latest posts by mahisaajy (see all)
- Instalasi SAC (Seismic Analysis Code) di MAC untuk Analisis Seismik - December 5, 2024
- Selamat Purna Tugas - November 19, 2024
- ESRI Professional Fellowship Program 2023 - January 14, 2024