Teruntuk setangkai bunga mawar,
Kemarin, aku melihatmu sedang diperbincangkan di salah satu halaman buku yang kubaca. Aku tulis saja di surat ini supaya kau bisa merasakannya. Intinya, cintamu dipertanyakan. Begini katanya:
Cinta setangkai mawar. Habis dicium, habis disentuh, habis dipreteli satu demi satu kelopaknya, habis pula manfaatnya.
Kenapa ia harus tercabut dari tanah untuk sebuah pengorbanan sia-sia.
Cinta ala bunga mawar yang mekar hanya untuk sehari atau bahkan hanya untuk semalam.
Habis indah wangi mawar. Yang tinggal adalah getir pedih penyesalan.
Atau bila cinta terbatas layaknya setangkai mawar merah impor. Wajar pula waktu meluruhkan merahnya, meninggalkan kering kelopak tanpa nyawa.
Ketika membacanya, pikiranku pun langsung tersentak. Aku tersadar. Sungguh, aku sendiri tak menginginkan cinta yang seperti itu. Lebih baik menunggu hingga aku benar-benar siap, sembari aku memperbaiki diriku secara bertahap, daripada memaksa hingga akhirnya cinta tak asyik dirasakan lagi.
Bunga mawar, kalau yang kutuliskan tadi itu ternyata benar, aku sangat kecewa padamu.
dari aku, yang kau kecewakan
P.S.: Kata-kata di atas diambil dari buku karangan Felix Siauw berjudul “Udah Putusin Aja”.
Latest posts by mahisaajy (see all)
- Selamat Purna Tugas - November 19, 2024
- ESRI Professional Fellowship Program 2023 - January 14, 2024
- Pemanfaatan OSM dalam Mendukung Pemenuhan Data Spasial di Instansi Pemerintah Indonesia - January 13, 2024
hmm, masuk akal sih. pilihlah jalan dan cara mencintaimu sendiri, orang lain hanya pemberi ide.
semangaaattttt