Aku takut menjadi diriku sendiri. Aku sangat takut sekali dengan apa yang aku takutkan. Dengan hebatnya, aku menyembunyikan rasa takutku ini. Aku takut orang-orang lain tahu akan hal ini. Aku terlalu takut akan cemoohan mereka.
Aku ingin menjadi orang lain. Aku ingin melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain. Aku tahu, meskipun hal tersebut tidak cocok denganku. Tapi, aku ingin. Aku ingin dipuji. Aku terlalu haus akan pujian.
![there's nothing to be afraid but you. [explore] there's nothing to be afraid but you.](https://farm5.staticflickr.com/4043/5124909768_be4367ae55_z.jpg)
Kasihan.
Tapi, aku tetap mencobanya. Aku penasaran.
Mulai ada pemberontakan yang sangat besar di dalam hati. Aku sadar, aku telah salah jalan. Aku berbalik, mencoba untuk menemukan jalan yang benar.
Menjadi seseorang yang bukan diriku sendiri memang tak ada gunanya. Semangatku mulai pudar. Melemah. Pengecut.
Aku bercermin, lalu aku tersenyum. Hmm, toh tak ada yang salah dengan diri ini. Lagipula, hidup adalah proses. Sebuah proses untuk belajar dan memperbaiki diri terus menerus. Tak ada yang salah. Kesalahan yang terjadi hari ini dan yang lalu masih bisa untuk diperbaiki. Pintu taubat masih terbuka sebelum nafas terakhir sampai di tenggorokan.
Aku juga teringat kepada orang-orang yang (maaf) memiliki keterbatasan. Hei, diriku masih jauh lebih beruntung dibandingkan dengan mereka. Betapa egoisnya aku. Aku memandang terlalu tinggi sampai-sampai aku melupakan orang-orang yang ada di bawahku.
Tuhan, terima kasih. Aku bersyukur.
Aku bangga menjadi diriku sendiri.
Latest posts by mahisaajy (see all)
- Instalasi SAC (Seismic Analysis Code) di MAC untuk Analisis Seismik - December 5, 2024
- Selamat Purna Tugas - November 19, 2024
- ESRI Professional Fellowship Program 2023 - January 14, 2024
Keren artikel tapi seperti puisi yang menampar diri.. Ya? 🙂
Iya benar, tamparan untuk membangkitkan kepercayaan diri 🙂